Sister School

Globalisasi dan evolusi yang berkelanjutan dengan berkembangnya teknologi komunikasi telah menciptakan peluang bagi seluruh warga dunia untuk berpartisipasi dalam pasar global. Salah satu menjalin kemitraan dengan sekolah-sekolah yang ada di luar negeri(Sister School).

Did You Know Joyful Learning

Pembelajaran dan belajar adalah dua hal yang tak terpisahkan dan saling berkaitan erat, karena dalam pembelajaran ada unsur belajar, sebaliknya dalam belajar selalu diawali dengan adanya pembelajaran.

Profesionalisme Guru

“Professional” mempunyai makna yang mengacu kepada sebutan tentang orang yang menyandang suatu profesi dan sebutan tentang penampilan seseorang dalam mewujudkan unjuk kerja sesuai dengn profesinya.

Pengembangan Budaya dan Karakter

Persoalan budaya dan karakter bangsa kini menjadi sorotan tajam masyarakat. Sorotan itu mengenai berbagai aspek kehidupan, tertuang dalam berbagai tulisan di media cetak, wawancara, dialog, dan gelar wicara di media elektronik.

Kemitraan Sekolah

Tahun 2012 menjadi sejarah baru bagi SD Negeri 4 wates karena SD 4 wates telah memiliki mitra dari sekolah asing yang berasal dari Australia Barat tepatnya yang berada di kota Geraldton. Sekolah ini bernama Mount Tarcoola Primary School.

Kamis, 27 Juni 2013

Urgensi Alat Peraga Bagi Siswa Sekolah Dasar

A. PENDAHULUAN
Strategi pelaksanaan pendidikan dilaksanakan dalam bentuk bimbingan, pengajaran dan latihan. Bimbingan pada hakikatnya memberikan bantuan, arahan, motivasi, nasihat dan penyuluhan agar siswa mampu mengatasi, memecahkan masalah, menanggulangi kesulitan sendiri. Pengajaran adalah bentuk kegiatan dimana terjalin hubungan interaksi dalam proses belajar mengajar antar tenaga kependidikan dan peserta didik. Dalam memberikan bimbingan atau dalam penysjian materi pelajaran hendaknya pelaku pendidikan atau guru harus mengacu kepada kebutuhan peserta didik, lingkungan, kurikulum dan kebutuhan dimasa yang akan datang.

Siswa di sekolah dasar umumnya masih senang bermain, melakukan sesuatu, melihat hal-hal yang mereka belum pernah lihat dan rasa ingin tau yang tinggi, oleh karena itu guru dalam menyajikan materi pelajaran selain memilih tema yang cocok dengan kondisi siswa juga harus memilih dan menyajikan materi pelajaran dengan menggunakan alat Bantu pelajaran atau yang sering disebut media pembelajaran.

Alat-alat audio visual merupakan alat bantu bagi guru dan siswa untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas belajar mengajar. Pengajaran masa lampau telah menggunakan alat-alat tersebut kendatipun masih terbatas kepada alat-alat sederhana saja seperti : media garis, buku bacaan, gambar dan obyek nyata. Dewasa ini penggunaan alat-alat audio visual telah menggunakan alat-alat teknologi maju berupa elektronik, seperti slide, film scrip, film rekaman, video cassette, bahkan televise pendidikan. Bentuk apapun alat audio visual yang digunakan namun tetap hanya sebagai alat bantu,  dan bukan sebagai pesaing atau pengganti guru.

Pemahaman tentang peranan alat peraga sangatlah penting dikuasai oleh semua guru, terutama sekali guru sekolah dasar, karena menurut banyak teori, anak usia sekolah dasar itu berada dalam taraf berpikir konkret (nyata). Peranan alat peraga penting sekali dalam proses belajar mengajar di sekolah dasar, diantaranya untuk memperjelas dan mempermudah penerimaan materi pelajaran oleh siswa, bermanfaat untuk mengkonkritkan konsep yang abstrak dan mengurangi verbalisme.
Banyak hasil penelitian menunjukan bahwa proses pembelajaran akan lebih berhasil bila siswa turut aktif dalam pembelajaran tersebut. Dengan perkataan lain, yang menjadi pusat kegiatan dalam kegiatan pembelajaran bukanlah guru melainkan siswa. Hal ini mengandung pengertian perlunya berbagai alat bantu sebagai fasilitas belajar yang dapat memberikan kontribusi sangat besar bagi tercapainya tujuan pembelajaran yang diharapkan.

Alat peraga pengajaran, teaching aids, atau audiovisual aids (AVA) adalah alat-alat yang digunakan guru ketika mengajar untuk membantu memperjelas materi pelajaran yang disampaikannya kepada siswa dan mencegah verbalisme pada diri siswa (Moh. Uzer Usman,2001:31).

Pengajaran yang menggunakan banyak verbalisme tentu akan segera membosankan; sebaliknya pengajaran akan lebih menarik bila siswa gembira belajar atau senang karena mereka merasa tertarik dan mengerti pelajaran yang diterimanya (Moh. Uzer Usman,2001:31).

Belajar yang efektif harus mulai dengan pengalaman langsung atau pengalaman konkret dan menuju kepada pengalaman yang lebih abstrak. Belajar akan lebih efektif jika dibantu dengan alat peraga pengajaran dari pada bila siswa belajar tanpa dibantu dengan alat pengajaran (Moh. Uzer Usman, 2001:31).

Dengan demikian, penggunaan alat peraga dalam kegiatan belajar mengajar merupakan salah satu usaha dalam memperbaiki cara mengajar yang verbalistis yang masih kita jumpai dalam pendidikan dewasa ini. Dengan bantuan alat peraga, pengalaman belajar akan lebih baik dan lebih nyata. Anak akan lebih mudah memahami, mudah mengingat sesuatu yang diraba, yang dicium, yang didengar serta yang dilihat sendiri dalam wujud yang sebenarnya atau dalam bentuk tiruan atau gambarnya, daripada hanya dibaca atau didengarnya dari buku atau ucapan orang lain.

B. IDENTIFIKASI MASALAH
Secara perkembangan psikologis, dimana Siswa Sekolah Dasar lebih mudah menerima pembelajaran dan lebih mudah memahami dengan sesuatu yang diraba, yang dicium, yang didengar serta yang dilihat sendiri dalam wujud yang sebenarnya atau dalam bentuk tiruan atau gambarnya, maka alat peraga menjadi sesuatu yang penting untuk dikembangkan di lingkungan Sekolah Dasar.

C. PEMBAHASAN
1.    ALAT PERAGA    
Perbuatan belajar adalah suatu proses yang komplek. Proses itu sendiri sulit diamati, namun perbuatan atau tindakan belajar dapat diamati berdasarkan perubahan tingkah laku yang dihasilkan oleh tindakan belajar tersebut. Karena itu untuk memahami suatu perbuatan belajar diperlukan kajian terhadap perbuatan itu secara unsuriah. Unsur yang terkait pada proses belajar terdiri dari (1) motivasi siswa, (2) bahan belajar, (3) alat bantu belajar, (4) suasana belajar, (5) kondisi subyek yang belajar. Kelima unsur inilah yang bersifat dinamis itu, yang sering berubah menguat atau melemah dan yang mempengaruhi proses belajar tersebut.

Untuk menyajikan materi agar tidak membuat siswa jenuh dan materi mudah dipahami maka butuhkan media pembelajaran. Sebagai guru yang punya rasa tenggung jawab terhadap keberhasilan pendidikan terutama keberhasilan siswa dalam mengikuti suatu proses pembelajaran, hendaknya mempunyai sifat rasa ingin mengembangkan dan menyajikan materi dengan menggunakan media baik media yang modern maupun media tradisional.

Menurut kurikulum, peranan alat peraga disebutkan sebagai berikut: (a) alatperaga dapat membuat pendidikan lebih efektif dengan jalan meningkatkan semangat belajar siswa,(b) alat peraga memungkinkan lebih sesuai dengan perorangan, dimana para siswa belajar denganbanyak kemungkinan sehingga belajar berlangsung sangat menyenangkan bagi masing-masing individu, (c) alat peraga memungkinkan belajar lebih cepat segera bersesuaian antara kelas dan diluar kelas, (d) alat peraga memungkinkan mengajar lebih sistematis dan teratur.Teori lain yang mengatakan bahwa alat peraga dalam pengajaran dapat bermanfaat sebagai berikut : Meletakkan dasar-dasar yang kuat untuk berpikir sehingga mengurangi verbalisme, Dapatmemperbesar perhatian siswa, meletakkan dasar-dasar yang penting untuk perkembangan belajar,sehingga belajar akan lebih mantap (Hamalik). Dengan melihat peranan alat peraga dalam pengajaran maka pelajaran matematika pelajaranmatematika merupakan pelajaran yang paling membutuhkan alat peraga, karena pada pelajaran inisiswa berangkat dari yang abstrak yang akan diterjemahkan kesesuatu yang konkrit.

Guru harus dapat menciptakan alat peraga sendiri walaupun sederhana sesuai dengan materi yang akan disajikan. Alat Bantu bukan berarti media yang berasal dari pebrik tetapi media pembelajaran adalah alat yang dapat membantu pembelajaran.

2.     ALAT PERAGA YANG KOMUNIKATIF
Komunikasi adalah proses pertukaran pesan dengan penggunaan kata-kata lisan, tindakan atau alat bantu visual. Visual komunikasi atau alat bantu peraga yang digunakan untuk meningkatkan presentasi lisan, memberikan kejelasan yang lebih besar dan meningkatkan retensi mental audiens. Setiap orang belajar dan memproses informasi secara berbeda. Menggunakan kombinasi alat komunikasi lisan dan visual akan membantu orang dengan jenis belajar yang berbeda untuk memahami informasi yang lebih efektif.

Adapun beberapa Jenis Alat Bantu peraga yang biasa digunakan diantaranya :
a.     Fisik sebuah Objek
Benda fisik bisa berupa alat peraga, model atau objek lain. Benda-benda fisik yang digunakan untuk membantu informasi yang terpisah selama presentasi. Misalnya, jika ada tiga poin untuk pesan, objek yang berbeda digunakan pada pengenalan setiap titik baru. Benda-benda fisik juga digunakan dalam demonstrasi.

b.     Papan Tulis dan proyektor
Proyektor dan papan tulis memungkinkan guru untuk menulis ketika mengajar para siswanya dalam peljarannya. Siswa kemudian dapat mengguakan sebagai referensi apa yang guru tulis untuk menjawab pertanyaan atau menggunakan kosakata dalam kalimat.

c.     Grafik
Grafik juga dapat menunjukkan pada siswa bagaimana tugas tertentu atau tujuan yang akan dicapai contohnya jika sebuah perusahaan menyajikan tujuan meningkatkan penjualan tahunan sebesar 25 persen, mereka menggunakan grafik untuk menunjukkan penjualan perusahaan saat ini dan berapa banyak lama waktu yang diperlukan bagi perusahaan untuk mencapai tujuan.

d.     Visual elektronik
Visual elektronik termasuk cara memproyeksikan sebuah presentasi, video dan slide untuk menangkap perhatian siswa dan menunjukkan poin yang dikomunikasikan. Visual elektronik secara umum biasanya digunakan dalam dunia bisnis.

e.     Poster/kartu mini
Memungkinkan para siswa untuk menghafal sebuah informasi dan dapat membantu para siswa menghafal alfabet, bunyi huruf, ejaan kata-kata, rumus-rumus matematika, kosakata kata secara gampang.

3.    URGENSI DAN EFEKTIFITAS ALAT PERAGA
Alat bantu belajar merupakan semua alat yang dapat membantu siswa melakukan perbuatan belajar. Alasan-alasan pembelajaran harus menggunakan alat bantu diantaranya :
a.    Alat bantu dapat membantu murid belajar lebih banyak.
b.    Alat bantu membantu murid mengingat materi lebih lama.
c.    Alat bantu dapat memperlengkap rangsangan yang efektif untuk belajar.
d.    Alat bantu dapat menjadikan belajar lebih kongkrit
e.    Alat bantu dapat membawa dunia kedalam kelas
f.    Alat bantu dapat memberikan pendekatan-pendekatan bayangan yang bermacam-macam dari suatu subyek yang sama.

Pengadaan alat peraga atau alat bantu pelajaran oleh guru, siswa sendiri dan bantuan orang tua. Namun harus dipertimbangkan kesesuaian alat bantu itu dengan tujuan belajar, kemampuan siswa sendiri, bahan yang dipelajari, dan ketersediaannya disekolah. Prinsip kesesuaian itu perlu diperhatikan karena sering terjadi pemilihan dan penggunaan alat bantu belajar tidak cocok untuk kegiatan belajar itu sendiri. Dengan menggunakan alat bantu belajar hendaknya tujuan yang akan dicapai mudah dipahami siswa bukan sebaliknya akibat salah menggunakan alat bantu pelajaran.

Tingkat pencapaian pendidikan guru adalah kombinasi dari pelayanan pelatihan dan kualifikasi tambahan. Kuantitas dan kualitas pendidikan awal guru sangat penting dalam membentuk kerja mereka setelah mereka mulai mengajar di sekolah dan harus mempengaruhi pendidikan lebih lanjut dan persyaratan pelatihan serta aspek lain dari perkembangan mereka. Siswa menanggapi informasi secara berbeda. Seringkali para guru menggunakan berbagai format dan cara untuk mengajar suatu subjek pelajaran. Inilah sebabnya mengapa guru biasanya menggunakan beberapa kombinasi ketika mengajar.

Dengan munculnya internet dan berbagai format yang dapat dikomunikasikan melalui World Wide Web atau www, guru sekarang memiliki cara baru dan dalam menyajikan sebuah informasi. Website memungkinkan penggabungan animasi, gambar bergerak, dan suara menjadi sebuah pelajaran, yang memperpanjang kemampuan kita untuk menyajikan materi serta mendorong interaksi siswa dengan materi pelajaran.

Gambar dan animasi membantu membawa prinsip-prinsip kehidupan ilmiah, dan multimedia memungkinkan siswa untuk mengambil peran lebih aktif dalam pembelajaran,mereka dapat melihat percobaan secara langsung, dapat melihat mikro organisme lebih dekat, dan menggunakan mouse atau keyboard untuk navigasi gambar, simulasi dan materi interaktif.

Salah satu keuntungan menggunakan multimedia adalah untuk menyampaikan informasi secara cepat dan efektif untuk semua siswa dan membuat mereka tertarik untuk belajar.yang dibutuhkan guru adalah sistem tunggal yang memadukan teks, gambar, simulasi, video, bahan audio dan multimedia lainnya ke dalam lingkungan secara jelas yang tersedia dari sekolah ataupun dirumah.

Guru dapat menggunakan internet ketika mengajar dan memproyeksikan tulisan,grafis,atau gambar dengan menggunakan alat proyektor. Dengan Presentasi menggunakan multimedia tersebut membuat siswa selalu siap dan fokus. Ini akan menguntungkan siswa karena mereka bisa mendengar dan membaca karya asli dilayar proyektor. Presentasi seperti ini yang menggabungkan suara dan grafis memungkinkan semua siswa terutama siswa yang memiliki kesulitan belajar, untuk lebih memahami konsep bahkan sebelum membaca teks pelajaran. Ini juga bisa membantu para guru untuk menggabungkan suara, grafis dan video ke dalam presentasi tanpa mengeluarkan banyak biaya.

Pengadaan dan pemilihan alat peraga dilakukan oleh guru, tentunya alat perga yang dipilih haruslah sesuai dengan materi yang akan diajarkan begitu juga dengan situasi siswa sebagai pelaku pembelajaran. 

Ada beberapa manfaat dari penggunaan alat peraga :
a.    Dengan menggunakan alat bantu pelajaran, pengajar akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar.
b.    Dengan menggunakan alat bantu pelajar, bahan pengajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih dipahami oleh para siswa menguasai tujuan pengajaran lebih baik.
c.    Dengan menggunakan alat bantu pelajar, metode mengajar akan lebih baik dan bervariasi, tidak semata-mata komunikasi verbal melalui penuturan kata-kata oleh guru, sehingga siswa tidak bosan dan guru tidak kehabisan tenaga, apalagi bila guru mengajar untuk setiap jam pelajaran (guru kelas).
d.    Dengan menggunakan alat bantu pelajar, siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar, sebab tidak hanya mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktivitas lain seperti mengamati, melakukan, mendemontrasikan dan lain-lain.

Komputer Berbasis multimedia juga membantu siswa untuk mengembangkan keterampilan teknis dan penelitian yang para siswa tidak dapat dari membaca buku pelajaran.oleh karena itu siswa dapat belajar menggunakan mouse, keyboard, dan untuk mengakses informasi online dan bisa menunjukkan bagaimana para siswa bisa menggunakan sumber-sumber informasi di Internet dengan menyediakan tautan ke arsip berita dan jurnal.siswa juga dapat melihat apa yang sedang terjadi, mereka dapat memahami poin penting dalam pelajaran dan membantu siswa untuk melihat sesuatu lebih jelas dan dengan media Internet siswa dapat mempelajari lebih lanjut tentang ilmu pengetahuan kapan dan dimanapun ia berada.

Penggunaan alat bantu peraga di dalam kelas membantu anak-anak yang lebih cenderung belajar dengan pandangan untuk menjadi lebih tertarik pada subjek. Dengan Adanya alat bantu peraga untuk semua usia anak-anak yang sesuai untuk penggunaan di dalam kelas dimaksudkan untuk menjadi alat untuk membantu mengajar subjek yang sedang dipelajari kepada para siswa.

Alat bantu peraga sebagai sarana belajar untuk siswa dan guru berfungsi menyediakan representasi visual dari subjek yang sedang dipelajari. Satu manfaat dari alat bantu peraga adalah fungsinya sebagai alat pendidikan untuk belajar yang lebih efektif. Alat bantu peraga lebih bisa dipahami siswa daripada dalam bentuk tulisan atau info karena yang disampaikan tidak sepenuhnya menyampaikan, seperti bagan, grafik dan gambar. Manfaat lain dari alat bantu visual yaitu dapat membantu siswa menggunakan kapasitas visual mereka. Alat bantu peraga dapat berupa kartu pos ,poster atau bahkan presentasi komputer. Banyak pengajar yang akrab dengan proyektor, perangkat penting yang membantu pengajar menunjukkan topik tertentu melalui teks dan gambar diperbesar.

Klip film juga digunakan sebagai alat bantu visual untuk merangsang berpikir siswa. Sarana bantu visual adalah alat kunci dalam belajar dan pengembangan berpikir karena dapat membantu meningkatkan minat siswa dalam suatu objek.

Alat bantu peraga juga cenderung lebih interaktif, membantu siswa menjadi lebih terlibat dalam pembelajaran mereka sendiri. Dalam era digital, manfaat lain dari alat bantu peraga yaitu dapat meningkatkan pembelajaran karena efek interaktif yang digunakan untuk memperkuat materi yang dipelajari. Warna, efek dan format semua dapat disesuaikan untuk pengajaran yang efektif, yang membantu para siswa dalam memahami apa yang diterangkan . Alat bantu peraga membantu menekankan titik dari tema yang dipelajari. juga membantu memecah sebuah informasi ke beberapa bagian yang selanjutnya dapat dipahami dan diserap oleh siswa.

Prinsip-prinsip penggunaan alat peraga ialah sebagai berkut:
a.    Menentukan alat peraga dngan tepat
b.    Menetapkan /memperhitungkan subjek dengan tepat.
c.    Menyajikan alat peraga dengan tepat.
d.    Menempatkan atau memperlihatkan alat peraga tepat waktu, tempat dan situasi yang tepat.

Alat bantu peraga dapat menguntungkan orang-orang secara finansial juga karena pengajar dapat mengajar topik yang efektif untuk beberapa macam orang tanpa harus membeli alat mahal. Alat bantu peraga dapat membuat ide abstrak menjadi lebih konkret untuk dipelajari. membantu para siswa untuk fokus pada pikiran dan ide-ide tentang sebuah masalah, yang pada gilirannya membantu mereka untuk memahami dan menafsirkan informasi yang telah disajikan.

D.    PENUTUP
1.     KESIMPULAN
Media pembelajaran merupakan alat bantu pelajaraan yang harus menjadi bagian dari setiap pembelajaran, guru dalam menyajikan materi hendaknya memilih dan menggunakan media pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik siswa, materi yang akan disajikan, tingkat kesukaran, kesukaran materi, dan pengaruh penggunaan alat tersebut terhadap siswa.

Alat bantu belajar adalah semua alat yang dapat membantu baik itu guru maupun membantu murid dalam kelancaran proses kegiatan belajar siswa. Alat bantu pelajaran bukan berarti alat yang modern dan canggih yang dikeluarkan oleh pabrik tetpai alat bantu adalah semua alat yang dapat membantu proses pembelajaran walaupun hanya buatan guru itu sendiri.

Dengan menggunakan alat bantu akan menimbulkan gairah belajar bagi siswa, efisiensi dan efektifitas, serta mengurangi verbalisme bagi siswa.

2.     SARAN
Guru sebagai agent transfer of knowledge yang ingin mendapatkan hasil pembelajaran yang baik hendaknya selalu berusaha memperbaiki proses pembelajarannya dengan mengoptimalkan dan menciptakan ide kreatif melalui alat peraga sehingga pembelajaran dapat berjalan dengan otimal dan mencapai hasil maksimal.

E.    DAFTAR PUSTAKA
1.    Ahma Rohani, HM,M.Pd.  Berbagai hal peragaan disekolah: Bina Karya Winaya.
2.    Hamalik. O  ( 1994 ) Kurikulum dan Pembelajaran: Jakarta Bumi Aksara
3.    Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru.
4.    UU Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen.

Kamis, 06 Juni 2013

Jelang Perpisahan&Penyerahan Kembali Siswa Kelas Enam SD Negeri 4 Wates Adakan Gladi Bersih

Ujian Nasional telah selesai dilaksanakan di jenjang sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah atas. Hasil Ujian Nasional yang berupa nilai Ujian Nasional pun telah didapat oleh masing-masing siswa. Ujian Nasional tahun ini menyisakan rasa syukur dan bangga dikarenakan seluruh siswa kelas enam SD Negeri 4 Wates dinyatakan lulus dan terdapat peningkatan nilai yang cukup signifikan dari Ujian Nasional tahun sebelumnya. Target kurikulum telah tercapai bahkan melebihi dari yang diharapkan. Hal ini tentu saja tidak lepas karena adanya bimbingan belajar maupun motivasi-motivasi yang diberikan semua bapak dan ibu guru SD Negeri 4 Wates terutama bapak dan ibu guru kelas VI.

Tahun Ajaran 2012/2013 ini SD Negeri 4 Wates meluluskan 64 siswa. Dengan dinyatakan lulusnya seluruh siswa kelas enam yang berjumlah 64 siswa maka sekolah berencana akan mengadakan perpisahan dan penyerahan kembali siswa kelas enam. Melalui kegiatan ini sekolah ingin memantapkan nilai-nilai karakter pada siswa kelas enam khususnya agar lebih disiplin, tanggung jawab, dan kerja keras. Adapun pemantapan nilai-nilai karakter tersebut dilakukan melalui penyerahan konsep perpisahan hingga kepanitiaan diberikan kepada kelas enam atau dengan kata lain acara Perpisahan&Penyerahan Kembali Siswa Kelas Enam diserahkan sepenuhnya kepada kelas enam, peran bapak ibu guru adalah sebagai fasilitator dan motivator.

Kedisplinan dapat lebih ditingkatkan karena anak-anak setiap hari masuk sekolah dan melakukan diskusi baik secara perorangan maupun kelompok terkait dengan koordinasi acara perpisahan dan penyerahan siswa siswa kelas enam, tanggung jawab dari masing-masing anak terlatih sesuai pembagian tugas yang diterima, tidak kalah pentingnya semangat kerja keras anak-anak dalam menghasilkan karya terbaik yang akan dipersembahkan untuk orang tua dan sekolah lebih terlihat nyata. Terkait dengan kegiatan tersebut, sekolah juga memberikan kesempatan anak-anak kelas satu sampai lima untuk turut memeriahkan kegiatan dengan menampilkan kreativitas yang dimiliki. Hal ini dilakukan untuk melatih kepercayaan diri anak untuk tampil di depan umum.

Antusias anak-anak dari kelas satu sampai lima ternyata cukup besar. Jelang perpisahan dan penyerahan kembali siswa kelas enam yang direncanakan hari Sabtu, 8 Juni 2013 sekolah akan mengadakan gladi bersih yang direncanakan hari Jumat, 7 Juni 2013. Sekolah berharap melalui kegiatan gladi bersih tersebut dapat menambah kekompakan serta hasil yang lebih baik.

Foto : www.google.co.id

UKK Sebagai Sarana Evaluasi Diri


Serangkaian proses pembelajaran selalu diakhiri dengan kegiatan penilaian. Penilaian kelas dapat berupa penilaian/evaluasi dari tiap pertemuan di kelas (evaluasi di akhir pembelajaran), Ulangan harian, UTS/UAS, dan UKK. Minggu ini hanya tinggal menunggu hitungan hari saja kegiatan UKK akan segera dilaksanakan tepatnya tanggal 10-15 Juni mendatang. 

Terkait dengan kegiatan UKK yang akan segera dilaksanakan, biasanya pihak sekolah melalui bapak ibu guru telah menyiapkan latihan soal untuk pendalaman materi. Sebuah hal yang tidak kalah penting adalah bagaimana menciptakan suasana yang kondusif sehingga anak akan merasa nyaman, memiliki kesiapan secara fisik dan psikis untuk mengerjakan UKK, dan mengubah mindset anak bahwa UKK adalah sebagai sarana untuk mengukir prestasi bukan sebagai sesuatu yang membuat stres dan ditakuti.Di sinilah sebenarnya peran terpenting kita sebagai guru. 

Tolak ukur keberhasilan sebenarnya jangan dipandang dari satu sisi saja yaitu hasil namun lebih dari itu bagaimana seorang guru dapat membekali anak dengan serangkaian proses sehingga anak mendapatkan pengalaman yang bermakna sehingga anak dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan. Hasil yang akan diperoleh dari kegiatan UKK nanti seharusnya dapat dijadikan sebagai sarana evaluasi terhadap kinerja seorang guru sehingga akan ada perbaikan dan peningkatan kualitas guru dalam pembelajaran di kelas. SD Negeri 4 Wates juga telah menyiapakan anak-anak untuk menghadapi UKK, latihan soal, bimbingan dan pemberian motivasi baik secara individu maupun kelompok telah diupayakan. Sekolah berharap upaya yang telah dilakukan dapat memberikan bekal kepada seluruh siswa-siswi SD Negeri 4 Wates. 

Sekolah sangat berharap siswa-siswi SD Negeri 4 Wates dapat menjadi bagian dari kegiatan UKK untuk berlomba-lomba mengukir prestasi yang membanggakan bagi keluarga, sekolah, dan masyarakat dengan tidak meninggalkan nilai-nilai karakter jujur, kerja keras, tanggung jawab, dan disiplin dalam bekerja. Sebagai penutup, marilah kita senantiasa melakukan evaluasi diri terhadap pencapaian yang telah kita peroleh, janganlah merasa cepat puas dengan hasil yang telah didapat,teruslah berupaya melakukan perbaikan-perbaikan dan inovasi-inovasi guna memperoleh hasil yang sebenarnya.

Foto : www.google.co.id



A. PENDAHULUAN
Serangkaian proses pembelajaran selalu diakhiri dengan kegiatan penilaian. Penilaian kelas dapat berupa penilaian/evaluasi dari tiap pertemuan di kelas (evaluasi di akhir pembelajaran), Ulangan harian, UTS/UAS, dan UKK.
Terkait dengan kegiatan UKK yang akan segera dilaksanakan, biasanya pihak sekolah melalui bapak ibu guru telah menyiapkan latihan soal untuk pendalaman materi. Sebuah hal yang tidak kalah penting adalah bagaimana menciptakan suasana yang kondusif sehingga anak akan merasa nyaman, memiliki kesiapan secara fisik dan psikis untuk mengerjakan UKK, dan mengubah mindset anak bahwa UKK adalah sebagai sarana untuk mengukir prestasi bukan sebagai sesuatu yang membuat stres dan ditakuti. Di sinilah sebenarnya peran terpenting guru.
Tolok ukur keberhasilan sebenarnya jangan dipandang dari satu sisi saja yaitu hasil, namun lebih dari itu bagaimana seorang guru dapat membekali anak dengan serangkaian proses sehingga anak mendapatkan pengalaman yang bermakna sehingga anak dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan. Hasil yang akan diperoleh dari kegiatan UKK, seharusnya dapat dijadikan sebagai sarana evaluasi terhadap kinerja seorang guru sehingga akan ada perbaikan dan peningkatan kualitas guru dalam pembelajaran di kelas.
Sekolah tentu sangat mengharapkan peserta didiknya dapat menjadi bagian dari kegiatan UKK untuk berlomba-lomba mengukir prestasi yang membanggakan bagi keluarga, sekolah, dan masyarakat dengan tidak meninggalkan nilai-nilai karakter jujur, kerja keras, tanggung jawab, dan disiplin dalam bekerja. Sebagai penutup, marilah kita senantiasa melakukan evaluasi diri terhadap pencapaian yang telah kita peroleh, janganlah merasa cepat puas dengan hasil yang telah didapat,teruslah berupaya melakukan perbaikan-perbaikan dan inovasi-inovasi guna memperoleh hasil yang sebenarnya.
B. IDENTIFIKASI MASALAH
Ujian Kenaikan Kelas tidak hanya dilakukan oleh guru tetapi juga oleh siswa untuk mengevaluasi diri mereka sendiri (self assessment) atau evaluasi diri dalam rangka perbaikan pembelajaran.
C. PEMBAHASAN
1. EVALUASI
Evaluasi berasal dari Bahasa Inggris, evaluation yang berarti penilaian atau penaksiran. Menurut Suharsimi Arikunto, evaluasi adalah kegiatan untuk mengumpulkan informasi tentang bekerjanya sesuatu, yang selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk menentukan alternatif yang tepat dalam mengambil keputusan. Djudju mengartikan evaluasi sebagai suatu kegiatan untuk mengetes tingkat kecakapan seseorang atau kelompok orang.
Nitko & Brookhart (2007) mendefinisikan evaluasi sebagai suatu proses penetapan nilai yang berkaitan dengan kinerja dan hasil karya siswa. Evaluasi menurut Griffin dan Nix (1991) adalah judgment terhadap nilai atau implikasi dari hasil pengukuran. Menurut definisi ini kegiatan evaluasi selalu didahului dengan kegiatan pengukuran dan penilaian. Menurut Tyler (1950) evaluasi adalah proses penentuan sejauh mana tujuan pendidikan telah tercapai.
Semua kegiatan mengajar belajar perlu dievaluasi. Evaluasi dapat memberi motivasi bagi guru maupun siswa, mereka akan lebih giat belajar, meningkatkan proses berpikirnya. Dengan evaluasi guru dapat mengetahui prestasi dan kemajuan siswa, sehingga dapat bertindak yang tepat bila siswa mengalami kesulitan belajar (Slameto, 2003).
Secara harfiah kata evaluasi berasal dari bahasa Inggris education, dalam bahasa Arab: At-Taqdir, dalam bahasa Indonesia berarti penilaian. Dengan demikian secara harfiyah dapat evaluasi pendidikan diartikan sebagai penilaian dalam bidang pendidikan atau penilaian mengenai hal yang berkaitan dengan kegiatan pendidikan.
Adapun dari segi istilah, sebagaimana dikemukakan oleh Edwind Wandt dan Gerald W. Brown (1977) evaluasi adalah suatu tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai dari sesuatu. Apabila definisi Edwind Wandt dan Gerald W. Brown (1977) digunakan untuk memberi definisi tentang evaluasi pendidikan, maka evaluasi pendidikan itu dapat diberi pengertian sebagai suatu tindakan atau kegiatan (yang dilaksanakan dengan maksud untuk) atau suatu proses (yang berlangsung dalam rangka) menentukan nilai dari segala sesuatu dalam dunia pendidikan (yaitu segala sesuatu yang berhubungan dengan, atau yang terjadi di lapangan pendidikan). Atau singkatnya evaluasi pendidikan adalah kegiatan atau proses penentuan nilai pendidikan sehingga dapat diketahui mutu atau hasil-hasilnya.
2. PRINSIP PENILAIAN
Dengan adanya penilaian keberhasilan guru dan anak didik dalam melaksanakan proses pembelajaran dapat diukur dan kita dapat mengetahui sejauh mana tujuan pembelajaran dapat tercapai. Adapun prinsip-prinsip penilaian menurut Drs. Asep Jihad, yaitu:
a.  Menyeluruh
Penguasaan kemampuan dalam mata pelajaran hendaknya menyeluruh, baik menyangkut standar kompetensi, kemampuan dasar serta keseluruhan indikator ketercapaian, baik menyangkut dominan kognitif (pengetahuan), afektif (sikap, perilaku, dan nilai), serta psikomotor (keterampilan), maupun menyangkut evaluasi proses dan hasil belajar.
b.  Berkelanjutan
Disamping menyeluruh, penilaian hendaknya dilakukan secara berkelanjutan (direncanakan dan dilakukan terus menerus) guna mendapatkan gambaran yang utuh mengenai perkembangan hasil belajar siswa sebagai dampak langsung ( dampak intruksional/pembelajarn) maupun dampak tidak langsung dari proses pembelajaran .
c.  Berorientasi pada indikator ketercapaian
Sistem penilaian dalam pembelajaran harus mengacu pada indikator ketercapaian yang sudah ditetapkan berdasarkan kemampuan dasar/kemampuan minimal dan standar kompetensinya. Dengan demikian hasil penilaian memberikan gambaran mengenai sampai seberapa indikator kemampuan dasar dalam suatu mata pelajaran telah dikuasai oleh siswa.
d.  Sesuai dengan pengalaman belajar
Sistem penilaian dalam pembelajaran harus disesuaikan dengan pengalaman belajarnya. misalnya, jika pembelajaran mendekatan penugasan tugas promblem-solving maka evaluasi harus diberikan baik pada proses (keterampilan proses) maupun produk atau hasil melakukan problem-solving.
3. EVALUASI DIRI SEBAGAI FEED BACK
Belajar dan mengajar adalah suatu proses yang mengandung tiga unsur utama yaitu: tujuan pengajaran, pengalaman (proses) belajar mengajar, dan penilaian hasil belajar. Dalam perumusan tujuan pengajaran, guru merumuskan bentuk-bentuk perubahan tingkah laku yang diinginkan terjadi di dalam peserta didik. Sebagaimana dirumuskan sebagai standar kompetensi dan kompetensi dasar dalam kurikulum.
Dalam pelaksanaan kegiatan belajar terdapat strategi, metode dan media yang digunakan oleh guru untuk mencapai tujuan pembelajaran seoptimal mungkin. Sedangkan penilaian hasil belajar merupakan kegiatan untuk melihat sejauh mana tujuan pengajaran telah dicapai atau dikuasai oleh peserta didik dalam bentuk hasil belajar yang bisa mereka tunjukan setelah menjalani kegiatan belajar mengajar.
Bagi siswa, evaluasi merupakan umpan balik tentang kelebihan dan kelemahan yang dimiliki, dapat mendorong belajar lebih baik dan meningkatkan motivasi berprestasi. Evaluasi terhadap siswa dilakukan untuk mengetahui sampai sejauh mana kemajuan yang telah mereka capai.
Evaluasi diri dilakukan oleh siswa terhadap diri mereka sendiri, maupun terhadap teman mereka. Hal ini akan mendorong siswa untuk berusaha lebih baik lagi dari sebelumnya agar mencapai hasil yang maksimal. Mereka akan merasa malu jika kelemahan dan kekurangan yang dimiliki diketahui oleh teman mereka sendiri. Evaluasi terhadap diri sendiri merupakan evaluasi yang mendukung proses belajar mengajar serta membantu siswa meningkatkan keberhasilannya. Oleh karena itu, untuk mempengaruhi hasil belajar siswa evaluasi perlu dilaksanakan dalam kegiatan pembelajaran. Beberapa cara yang dapat digunakan untuk melaksanakan evaluasi antara lain :
a.     Mengadakan evaluasi dan memberi umpan balik terhadap kinerja siswa.
b.     Memberikan evaluasi yang obyektif dan adil serta segera meniginformasikan  hasil evaluasi kepada siswa.
c.      Memberi kesempatan kepada siswa mengadakan evaluasi terhadap diri sendiri.
d.     Memberi kesempatan kepada siswa mengadakan evaluasi terhadap teman.
Evaluasi sering dianggap sebagai kegiatan akhir dari suatu proses kegiatan. Evaluation is often considered to be the final step in overall process, demikian diungkapkan Miller (1985). Secara singkat evaluasi dapat didefinisikan sebagai proses mengumpulkan informasi untuk mengetahui pencapaian belajar kelas atau kelompok. Hasil evaluasi diharapkan dapat mendorong pendidik untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran lebih baik dan mendorong peserta didik dapat belajar lebih baik.
Penilaian hasil belajar sebagai babak final dalam pembelajaran memiliki peran yang sangat penting. Ketepatan pemilihan metode penilaian hasil belajar, indikator yang digunakan, dan jenis/alat penilaian memiliki andil besar dalam berhasil tidaknya proses penilaian.
Evaluasi adalah kegiatan atau proses untuk mengukur dan selanjutnya menilai, sampai dimanakah tujuan yang telah dirumuskan sudah dapat dilaksanakan. Apabila tujuan yang telah dirumuskan itu direncanakan untuk dicapai secara bertahap, maka dengan evaluasi yang berkesinambungan akan dapat di pantau, tahapan manakah yang sudah dapat di selesaikan, tahapan manakah yang berjalan dengan mulus, dan mana pula tahapan yang mengalami kendala dalam pelaksanaannya. Walhasil dengan evaluasi terbuka kemungkinan bagi evaluator untuk mengukur seberapa jauh atau seberapa besar kemajuan atau perkembangan program yang dilaksanakan dalam rangka pencapaian tujuan yang telah dirumuskan.
Setidak-tidaknya ada dua macam kemungkinan hasil yang diperoleh dari kegiatan evaluasi, yaitu:
a.     Hasil evaluasi itu ternyata menggembirakan, sehingga dapat memberikan rasa lega bagi evaluator, sebab tujuan yang telah ditentukan dapat di capai sesuai dengan yang direncanakan.
b.     Hasil evaluasi ternyata tidak menggembirakan atau bahkan mengkhawatirkan, dengan alasan bahwa adanya penyimpangan-penyimpangan, hambatan dan kendala, sehingga mengharuskan evaluator bersikap waspada. Ia perlu memikirkan dan dan melakukan pengkajian ulang terhadap rencana yang telah disusun atau mengubah dan memperbaiki cara pelaksanaannya. Berdasar data hasil evaluasi itu selanjutnya dicari metode-metode lain yang dipandang lebih tepat dan sesuai dengan keadaan dan kebutuhan. Sudah barang tentu perubahan-perubahan itu membawa dampak atau konsekuensi berupa perencanaan ulang (re-plening). Dengan demikian dapat di katakan bahwa evaluasi itu memiliki fungsi: menunjang penyusunan rencana.
Evaluasi yang dilaksanakan secara berkesinambungan, akan membuka peluang bagi evaluator untuk membuat perkiraan, apakah tujuan yang telah dirumuskan akan dapat di capai pada waktu yang telah di tentukan,ataukah tidak. Apabila berdasar data hasil evaluasi itu diperkirakan bahwa tujuan tidak akan dapat di capai sesuai dengan rencana, maka evaluator akan berusaha untuk mencari dan menemukan factor-faktor penyebabnya, serta mencari dan menemukan jalan keluar atau cara-cara pemecahannya. Bukan tidak mungkin, bahwa atas dasar data hasil evaluasi itu evaluator perlu mengadakan perubahan-perubahan, penyempurnaan-penyempurnaan yang menyangkut organisasi, tata kerja, atau mungkin juga perbaikan terhadap tujuan organisasi itu sendiri. Jadi, kegiatan evaluasi pada dasarnya juga di maksudkan untuk melakukan perbaikan atau penyempurnaan usaha.
Secara psikologis, kegiatan evaluasi dalam bidang pendidikan di sekolah dapat disoroti dari dua sisi. Yaitu dari sisi peserta didik dan dari sisi pendidik.
a.     Bagi peserta didik, evaluasi pendidikan secara psikologis akan memberikan pedoman atau pegangan batin kepada mereka untuk mengena kapasitas dan status dirinya masing-masing ditengah-tengah kelompok atau kelasnya. Dengan dilakukannya evaluasi hasil belajar siswa misalnya, maka para siswa akan mengetahui apakah dirinya termsuk siswa yang berkemampuan tinggi, berkemampuan rata-rata, ataukah berpengetahuan rendah.
b.     Bagi pendidik, evaluasi pendidikan akan memberikan kepastian atau ketetapan hati kepada diri peserta tersebut. Sedah sejauh manakah kiranya usaha yang telah dilakukannya selama ini telah membawa hasil, sehingga ia secara psikologis memiliki pedoman atau pegangan batin yang pasti guna menentukan langkah-langkah apa saja yang di pandang perlu dilakukan selanjutnya. Misalnya dengan menggunakan metode-metode mengajar tertentu, hasil-hasil belajar siswa telah menunjukkan adanya peningkatan daya serap terhadap materi yang telah diberikan kepada para siswa tersebut; karena itu atas dasar hasil evaluasi tersbut penggunaan metode mengajar tadi akan terus dipertahankan. Begitupun sebaliknya.
Bagi peserta didik, secara didaktik evaluasi pendidikan akan dapat memberikan dorongan (motivasi) kepada mereka untuk dapat memperbaiki, meningkatkan dan mempertahankan prestasinya.
Bagi pendidik, secara didaktik evaluasi pendidikan itu setidak-tidaknya memiliki lima macam fungsi, yaitu:
a.     Memberikan landasan untuk menilai hasil usaha (prestasi) yang telah di capai oleh peserta didiknya.
b.     Memberikan informasi yang sangat berguna, guna mengetahui posisi masing-masing peserta didik di tengah-tengah kelompoknya.
c.      Memberikan bahan yang penting untuk memilih dan kemudian menetapkan status peserta didik.
d.     Memberikan pedoman untuk mencari dan menemukan jalan keluar bagi peserta didik yang memang memerlukannya.
e.     Memberikan petunjuk tentang sudah sejauh manakah program pengajaran yang telah di tentukan telah dapat dicapai.
Adapun secara administrative, evaluasi pendidikan setidak-tidaknya memiliki tiga macam fungsi, yaitu:
a.     Memberikan laporan.
b.     Memberikan bahan-bahan keterangan (data).
c.      Memberikan gambaran
D.  PENUTUP
1. KESIMPULAN
Ujian Kenaikan Kelas sebagai salah satu indikator penilaian keberhasilan peserta didik adalah bagian dalam rangka menguji, melihat hasil pembeelajaran sehinggal perlu adanya perubahan-perubahan, penyempurnaan-penyempurnaan yang menyangkut organisasi, tata kerja, atau mungkin juga perbaikan terhadap tujuan organisasi itu sendiri. Jadi, kegiatan evaluasi pada dasarnya juga di maksudkan untuk melakukan perbaikan atau penyempurnaan usaha kaitanyya dengan proses pembelajaran.
2. SARAN
Guru sebagai evaluator diharapkan mampu menjabarkan nilai dari Ujian Kenaikan Kelas dan mampu mendeskripsikan hasil yang ada dalam rangka perbaikan dan penyempurnaan pembelajaran di masa mendatang.
E.  DAFTAR PUSTAKA
1.     Arikunto, Suharsimi. 2006. Dasar-dasar Evaluasi. Jakarta: Bumi Aksara.
2.     Djudju Sudjana. 2004. Evaluasi Program Pendidikan Luar Sekolah. Bandung: Remaja Rosda Karya.
3.     Rasyid, Harun & Mansur. 2007. Penilaian Hasil Belajar. Bandung: CV. Wacana Prima.
4.     Sanjaya, Wina. 2008. Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: Prenada media Group.
5.     Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.
 

Sabtu, 01 Juni 2013

Mewujudkan Sosok Guru Profesional dalam Bidang Pendidikan

Sosok guru erat kaitannya dengan dunia pendidikan. Pendidikan sendiri telah diyakini sebagai salah satu aspek pembangunan bangsa yang sangat penting untuk mewujudkan warga negara yang handal profesional dan berdaya saing tinggi.Pendidikan juga merupakan cara yang efektif sebagai proses nation and character building yang sangat menentukan perjalanan dan regenerasi suatu bangsa.
 
Pendidikan yang bermutu sangat tergantung pada keberadaan guru yang bermutu. Guru yang bermutu adalah guru yang profesional, sejahtera, dan bermartabat (Guru adalah the Key Actor in the Learning).
Di tingkat satuan pendidikan Kepala Sekolah/Madrasah memegang peran strategis pada pengembangan sekolah, sehingga apabila di tingkat satuan pendidikan terdapat sosok guru yang baik (profesional) dan Kepala Sekolah yang memiliki kemampuan manajerial yang baik maka akan tercipta sekolah yang berkualitas dan handal, atau dapat dirumuskan Good Teacher + Good Principal = Good School.

Seperti apakah guru profesional itu? Seorang guru dikatakan profesional apabila :
1. Knowledgeable;
2. Good Profesional Attitude;
3. Utilizing Learning Media;
4. Utilizing Methodology;
5. Utilizing Technologi;
6. Dynamic Curriculum;
7. Good Example/Practice;
8. Teaching and Learning Skills;

Menurut UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen, disebutkan bahwa guru profesional adalah guru yang memiliki :
1. Kualifikasi Akademik S1 / D-IV;
2. Kompetensi, yang meliputi Pedagogik, Kepribadian, Sosial, dan Profesional;
3. Sertifikat Pendidik;
4. Sehat Jasmani dan Rohani;
5. Kemampuan untuk mewujudkan tujuan Pendidikan Nasional;

Apakah yang dimaksud kompetensi pedagogik, Kepribadian, Sosial, dan Profesional menurut UU No. 74 Tahun 2008 ?
1. Kompetensi Pedagogik
Merupakan kemampuan guru dalam pengelolaan pembelajaran peserta didik yang sekurang kurangnya  meliputi :
a. Pemahaman wawasan atau landasan kependidikan;
b. Pemahaman terhadap peserta didik
c. Pengembangan kurikulum atau silabus
d. Perencanaan pembelajaran
e. Pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis
f. Pemanfaatan teknologi pembelajaran
g. Evaluasi hasil belajar
h. Pengembangan aktualisasi peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.
 
2. Kompetensi Kepribadian
    Seorang guru sekurang-kurangnya memiliki kepribadian yang mencakup :
a. Beriman dan bertaqwa;
b. Berakhlak mulia;
c. Arif dan bijaksana;
d. Demokratis;
e. Mantap;
f. Berwibawa;
g. Stabil;
h. Dewasa;
i. Jujur;
j. Sportif;
k. Menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat;
l. Secara obyektif mengevaluasi kinerja sendiri;
m. Mengembangkan diri secara mandiri dan berkelanjutan.

3. Kompetensi Sosial
Merupakan kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat yang sekurang-kurangnya meliputi kompetensi untuk :
a. Berkomunikasi lisan, tulis, dan atau isyarat secara santun;
b. Menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional;
c. Bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, pimpinan satuan  pendidikan, orang tua atau wali peserta didik;
e. Bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar dengan mengindahkan norma serta sistem nilai yang berlaku.

4. Kompetensi Profesional
Merupakan kemampuan guru dalam menguasai pengetahuan bidang ilmu pengetahuan, teknologi, dan atau seni dan budaya yang diampunya yang sekurang-kurangnya meliputi penguasaan :
a. Materi pelajaran secara luas dan mendalam sesuai dengan standar isi program satuan pendidikan, mata pelajaran, dan atau kelompok mata pelajaran yang akan diampu;
b. Konsep dan metode disiplin keilmuan, teknologi atau seni yang relevan, yang secara konseptual menaungi atau koheren dengan program satuan pendidikan, mata pelajaran, dan atau kelompok mata pelajaran yang akan diampu.

Demikian uraian singkat mengenai guru profesinal dalam bidang pendidikan, semoga memberikan tambahan wawasan dan pemahaman. Selamat berkarya untuk mengabdikan diri kepada bangsa dan negara. Salam semangat untuk guru-guru di Indonesia.

Kamis, 30 Mei 2013

Kemitraan Sekolah

Tahun 2012 menjadi sejarah baru bagi SD Negeri 4 wates karena SD 4 wates telah memiliki mitra dari sekolah asing yang berasal dari Australia Barat tepatnya yang berada di kota Geraldton. Sekolah ini bernama Mount Tarcoola Primary School yang dipimpin oleh Mr. Mark Wisson. Terjalinnya kemitraan antara dua sekolah ini tidak lepas dari adanya program BRIDGE yang telah diikuti oleh masing-masing 2 orang guru dari SD Negeri 4 wates dan Mount Tarcoola Primary School di Melbourne.

Kemitraan ini telah dilegalkan dalam bentuk MOA antara dua sekolah pada Oktober 2012 melalui kunjungan dari Mrs. Bridget O'Neill (Deputy Principal of Mount Tarcoola Primary School) dan Mrs. Tiana Purba Barnard (Teacher of Mount Tarcoola Primary School) dengan penandatangan MOA antara dua sekolah.Selain penandatangan MOA, Mrs. Bridget O'Neill dan Mrs. Tiana Purba Barnard dengan didampingi oleh Sophie Elliott (Journalist WA Newspapers) serta Danika Sekuloff (ACICIS student at UGM) bermaksud mengadakan kunjungan balikan sebagai wujud timbal balik kunjungan dua guru dari SD Negeri 4 Wates (Ibu Arni Setyaningsih, S. Pd. dan Ibu Sutarjilah, S. Pd.) di Mount Tarcoola Primary School.

Adapun tujuan yang ingin dicapai dari kemitraan dua sekolah antara lain :
  1. Mengembangkan kemitraan pendidikan antara Mount Tarcoola Primary School dan Sekolah Dasar Negeri 4 Wates melalui sarana menggalakkan persahabatan dan kesepahaman antara kedua sekolah dengan cara bekerja sama dalam bidang lintas – kurikuler, dan juga sejauh mungkin, melalui pertukaran guru dan siswa
  2. Mengembangkan kesepahaman budaya di antara staff kedua sekolah
  3. Memberikan kesempatan bagi para guru untuk mengembangkan ketrampilan bahasa
  4. Berbagi ide dan sumber daya pengajaran dan pembelajaran sesama guru

Dalam pelaksaannya, internet menjadi media utama untuk mewujudkan kerjasama antara dua sekolah karena media ini dapat menjadi solusi adanya jarak, ruang, dan waktu antara dua sekolah. Beberapa bentuk kegiatan yang dilakukan antara lain :
1. Skype
Kegiatan ini menghubungkan siswa dengan siswa, siswa dengan guru, maupun guru dengan guru. Adapun materi dalam kegiatan ini antara lain perkenalan, kegiatan belajar di sekolah, aktivitas di rumah, dll.Kegiatan ini biasanya diadakan 2 kali dalam satu minggunya. Melalui kegiatan skype ini dapat meningkatkan pemahaman dan penguasaan bahasa terutama siswa SD Negeri 4 Wates dalam berbahasa Inggris.
2. Wikispaces
Wikispaces adalah semacam blog yang dapat diisi oleh dua sekolah. Wikispaces ini dikelola oleh masing-masing 2 orang guru di masing-masing sekolah. Guru mengakomodir materi-materi untuk siswa dan juga untuk guru. Siswa dari masing-masing sekolah dapat mengakses materi dalam wikispaces ini melalui dua orang guru sebagai pengelola.

Kemitraan antara dua sekolah dirasakan dapat membawa manfaat bagi pembelajaran khususnya yang berdampak kepada siswa, sehingga ke depannya dua sekolah terus berusaha meningkatkan hubungan kemitraan guna kemajuan dua sekolah.

Sabtu, 25 Mei 2013

Sister School

Dewasa ini lebih dari sebelumnya, kita hidup di dunia di mana batas-batas geografi tidak lagi membatasi masyarakat. Globalisasi dan evolusi yang berkelanjutan dengan berkembangnya teknologi komunikasi telah menciptakan peluang bagi seluruh warga dunia untuk berpartisipasi dalam pasar global. Sehubungan dengan hal tersebut, dunia pendidikan pun semakin mengalami perkembangan. Salah satu diantaranya adalah semakin terbukanya peluang untuk menjalin kemitraan dengan sekolah-sekolah yang ada di luar negeri (Sister School). Hubungan kemitraan dengan sekolah yang ada di luar negeri kini lebih memungkinkan, maju dan berkembang dengan  adanya program BRIDGE.

Apakah BRIDGE itu?
BRIDGE adalah singkatan dari Building Relationships through Interculture Dialogue and Growing Engagement. Yang artinya membangun Hubungan melalui Dialog antar Budaya dan Kerjasama yang Berkembang.
Program BRIDGE dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman antara Australia dan Indonesia melaluikemitraan antar sekolah yang menghubungkan guru-guru dan murid-murid di kedua negara.
Adapun program ini mulai dirintis pada tahun 2008 dan dilaksanakan oleh Australia-Indonesia Institute (AII) dalam kemitraan dengan Asia Education Foundation (AEF). Dukungan pendanaan diberikan oleh The Myer Foundation dan Pemerintah Australia melalui AusAID.

Bagaimana program BRIDGE berjalan ?
BRIDGE berjalan dalam beragam tingkat untuk meningkatkan kemampuan guru, mengembangkan kesadaran dan memfasilitasi pengembangan hubungan antar murid dan antar guru. Proyek ini menggunakan teknologi untuk memungkinkan terjadinya komunikasi, tetapi bagian yang kuat dan menentukan adalah pentingnya penekanan pada komunikasi tatap muka dan pendekatan langsung pada pembelajaran antar budaya.

Apakah tujuan dari program BRIDGE ?
Program ini memiliki beberapa tujuan di antaranya :
  1. Meningkatkan pengetahuan dan pemahaman guru-guru dan murid-murid atas negara, termasuk sejarah, kebudayaan, dan masyarakat sekolah mitra
  2. Mendukung pengembangan bahasa asing di sekolah-sekolah Indonesia dan Australia.
  3. Mendukung sekelompok kecil BEP untuk :
  • memperoleh teknologi internet
  • membangun keterampilan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK)
  • memperkuat kapasitas pedagogis dan bahasa Inggris
  • menghubungkan sekolah-sekolah di Australia dan Indonesia untuk menunjang tujuan-tujuan pembangunan

Rabu, 22 Mei 2013

Did You Know Joyful Learning

PENDAHULUAN. Pembelajaran dan belajar adalah dua hal yang tak terpisahkan dan saling berkaitan erat, karena dalam pembelajaran ada unsur belajar, sebaliknya dalam belajar selalu diawali dengan adanya pembelajaran. Oleh karena itu keduanya harus seiring sejalan dalam mengawal anak didik mencapai pemahaman seluruh materi ajar yang ditempuhnya agar berhasil menempuh pendidikan dengan baik.

Sejauh ini guru telah banyak mengalami masa kebimbangan setiap kali lahir kurikulum baru. Dalam benak guru, perubahan kurikulum berarti perubahan segala apa yang telah mapan yang telah lama ditekuni, disusun, dan dijalankan. Pikiran ini ada benarnya, karena bila kita renungkan, guru-guru pada masa lalu yang tidak pernah atau jarang mengikuti penataran, lokakarya, seminar, apalagi TOT, justru malah dapat menghasilkan generasi anak didik yang luar biasa baiknya dibandingkan sekarang. Hal ini tidak dapat dipungkiri oleh siapapun. Sebagai contoh, anak didik jaman dahulu lebih baik dalam memahami cara menulis huruf yang benar, cara menghitung tanpa coretan (mencongak), lebih rajin mencatat dan mendengarkan guru, bahkan mereka yang tidak memiliki bukupun tanpa disuruh guru menjadi ahli meringkas dari buku teman, bukan seperti sekarang meringkas sebagai tugas guru kepada anak didik. Ditinjau dari segi afektif, mereka lebih jujur dalam ujian, karena belum ada fotokopi, sehingga setiap kali ulangan soal hanya dibacakan dan anak didik langsung menjawab, lebih tertanam nilai-nilai afektif yang dalam, yaitu menghormati guru, berbagi sesama teman, menghargai bangsanya melalui lagu-lagu kebangsaan yang hafal di luar kepala. Selain itu dari segi psikomotorik mereka lebih kreatif dan inovatif ketika harus mengerjakan praktikum dan prakarya, bahan apapun dapat digunakan, tidak perlu membeli seperti saat ini.

Kita tidak akan mencari dimana letak terjadinya kesalahan dalam sistem pendi-dikan saat ini, tetapi lebih pada memikirkan apa yang dapat dilakukan guru dengan kondisi seperti ini, agar sisa-sisa nilai pendidikan yang positif jaman dahulu tetap dapat dianut. Bukankah yang kuno belum tentu lebih jelek daripada yang modern? Selama yang kuno tersebut dapat dimodifikasi sedemikian rupa, maka justru di situlah letak keunggulan  pendidikan  kita  berlandaskan kepribadian bangsa sendiri, bukan meniru kemajuan bangsa lain, karena hal itu belum tentu tepat dan baik untuk bangsa kita. Mengejar kemajuan negara lain (bukan mengejar ketertinggalan) memang HARUS, tetapi jangan lalu berdiri di awang-awang tanpa menginjak di bumi pertiwi sendiri. Singkat kata, inovasi pembelajaran HARUS kita lakukan, tetapi harus tetap melihat kenyataan di lapangan. Ya ... melihat gurunya, anak didiknya, sarana prasarana sekolah, potensi daerah, dan lain-lain. Dengan demikian inovasi yang dikembangkan dapat dianut dan diterapkan oleh semua sekolah tanpa embel-embel ”tapi dengan syarat ....”. Inovasi yang seperti apakah yang dapat menghasilkan pembelajaran yang efektif sekaligus menyenangkan bagi peserta didik? Mari kita bersama-sama mencoba membahasnya.

KONDISI PENDIDIKAN KITA SAAT INI  

Seiring dengan kemajuan di bidang pendidikan, maka secara perlahan-lahan telah terjadi perubahan paradigma pendidikan, seperti perubahan dari teacher centered ke student centered; diterimanya pendekatan, metode, dan model pembelajaran baru yang inovatif; munculnya kesadaran bahwa informasi/pengetahuan dapat diakses lewat berbagai cara dan media oleh peserta didik; teknologi pembelajaran berbasis teknologi informasi (TI) mulai diterapkan; orientasi pendidikan bukan hanya pada pengembangan sumber daya manusia (human resources development), tetapi juga pada pengembangan kapabilitas manusia (human capability development); diperkenalkannya e-learning; dependence ke independence; individual ke team work oriented; dan large group ke small class.

Namun demikian kita masih melihat adanya pembelajaran di sekolah-sekolah yang berpusat pada guru dimana guru masih aktif sebagai pemberi informasi dan mendominasi pembelajaran di kelas, sedangkan peserta didik pasif sebagai penerima informasi, meski-pun paradigma pendidikan yang baru sudah mengarahkan pada student centered. Selain itu pembelajaran masih menekankan pada hafalan dan drill-drill (latihan) yang kemungkinan besar disebabkan banyaknya materi yang harus diselesaikan dalam waktu yang relatif singkat. Meskipun peserta didik tidak lagi dianggap objek pembelajaran, tetapi kenyataannya materi pembelajaran masih sangat ditentukan oleh guru. Di sebagian besar sekolah, masih terlihat kurang mengoptimalkan pengembangan kapabilitas peserta didik, baik yang menyangkut cipta, rasa, dan karsa, serta peserta didik kurang memiliki kesempatan untuk berpikir kritis, logis, kreatif, dan inovatif.  

Dengan kenyataan seperti itu, maka sudah saatnya bagi guru untuk mencoba mengembangkan profesionalismenya melalui pengembangan model-model pembelajaran yang benar-benar mampu mengaktifkan dan menciptakan kondisi pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan sekaligus menyenangkan. Dengan demikian peserta didik akan merasakan kebermaknaan belajar bagi hidup dan kehidupannya dan akhirnya meaningful learning akan terwujud.

INOVASI PEMBELAJARAN

Dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (1997), inovasi berarti penemuan sesuatu yang baru atau berbeda dengan sesuatu yang sudah ada sebelumnya. Sedang-kan inovatif adalah bersifat memperkenalkan sesuatu yang baru. Pembelajaran adalah suatu proses kegiatan yang berupaya membelajarkan anak didik. Jadi, inovasi pembe-lajaran adalah suatu aktivitas memperkenalkan sesuatu yang baru dalam upaya membelajarkan anak didik, atau memperkenalkan sesuatu yang baru ketika melakukan transfer pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai pada anak didik.

Pengertian “berbeda” bukan berarti benar-benar sesuatu yang baru, tetapi kita dapat mengambil sesuatu yang sudah lama kemudian dimodifikasi sedemikian rupa hingga menjadi sesuatu yang baru yang belum pernah diperkenalkan pada anak didik. Inovasi pembelajaran dapat dilakukan terhadap semua komponen pembelajaran, seperti metode, pendekatan, sarana prasarana, kurikulum, media, lingkungan belajar. Dalam inovasi pembelajaran, kita mengenal adanya PAKEM, yaitu Pembelajaran Aktif Kreatif Efektif dan Menyenangkan, tetapi kita perlu menambahkan satu lagi, yaitu pembelajaran inovatif, sehingga menjadi PAIKEM dengan I di tengah sebagai Inovatif. Prinsip pembelajaran PAIKEM ini sangat sesuai dengan yang diinginkan dalam KTSP.

Kelima bentuk pembelajaran tersebut dapat dikemas dan dimunculkan dalam setiap proses pembelajaran, baik sendiri-sendiri maupun gabungan diantaranya. Namun demikian, mengingat ruang gerak guru sangat dibatasi oleh alokasi waktu jam pelajaran di sekolah yang harus berbagi dengan mata pelajaran yang lain, maka sangat sulit bagi seorang guru untuk menerapkan kelima bentuk pembelajaran tadi secara bersama-sama. Oleh karena itu, seorang guru tidak harus memaksakan diri untuk menerapkan kelimanya, tetapi setiap kali pertemuan menerapkan salah satu diantaranya sudah berarti bahwa guru tersebut melakukan inovasi pembelajaran.

Dalam penciptaan inovasi pembelajaran yang terpenting adalah kemauan dan keinginan guru untuk mengubah image belajar sebagai suatu keterpaksaan menjadi suatu kebutuhan, dengan cara membawa anak didik menikmati sisi-sisi keindahan dan kemena-rikan dari suatu materi pelajaran yang sedang dipelajarinya. Hal ini hanya dapat dilakukan bila guru melakukan inovasi pembelajaran menggunakan prinsip pembelajaran bermakna dan menyenangkan (meaningful learning dan joyful learning). Sesuai dengan pendapat Ausubel (1991) bahwa belajar akan bermakna jika anak didik dapat mengaitkan konsep yang dipelajari dengan konsep yang sudah ada dalam struktur kognitifnya, dan pendapat Bruner (1991) yang menyatakan belajar akan berhasil lebih baik jika selalu dihubungkan dengan kehidupan orang yang sedang belajar (anak didik). Secara logika dapat dipahami, bahwa kita pasti akan belajar serius bila isi dari yang dipelajari ada kaitannya dengan kehidupan kita sehari-hari dan kata-kata atau kalimat yang didengar sudah familiar di kepala kita. Melalui inovasi pembelajaran inilah, diharapkan ada perbaikan praktik pembe-lajaran ke arah yang lebih baik (Carolin Rekar Munro, 2005). Perubahan ini tidak harus terjadi secara draktis, tetapi dilakukan ”perlahan-lahan tetapi pasti”. Perbaikan pada proses sangat penting agar keluaran yang dihasilkan benar-benar berkualitas.

MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PENDEKATAN PAIKEM

a. Pembelajaran Aktif

Anak didik belajar, 10% dari apa yang dibaca, 20% dari apa yang didengar, 30% dari apa yang dilihat, 50% dari apa yang dilihat dan didengar, 70% dari apa yang dikatakan, dan 90% dari apa yang dikatakan dan dilakukan (Sheal, Peter, 1989). Pernyataan tersebut nampak sejalan dengan yang diharapkan dalam Kurikulum 2006, yang menginginkan peserta didik mencapai suatu kompetensi tertentu yang dapat diko-munikasikan dan ditampilkan.

Kurikulum terbaru kita menginginkan adanya perubahan pembelajaran dari teacher centered ke student centered. Perubahan ini tidak semudah diucapkan, karena pola pembelajaran kita sudah terbiasa dengan cara guru menjelaskan dan menyampaikan informasi, sedangkan peserta didik lebih banyak menerima. Namun bukan berarti kita pesimis dengan perubahan itu, tetapi mungkin pencapaiannya memerlukan waktu. Bagai-manapun habits yang sudah terbentuk lama, untuk mengubahnya perlu kesungguhan dan kemauan tinggi dari semua komponen yang terlibat dalam pembelajaran. 

Dengan telah banyaknya guru tersertifikasi saat ini, seorang guru dituntut untuk dapat menunjukkan keprofesionalannya. Salah satunya dapat menyajikan materi ajar dengan berbagai pendekatan dan strategi yang kesemuanya diharapkan mampu meng-aktifkan peserta didik. Oleh karena itu, guru harus kreatif dan inovatif menciptakan berbagai kegiatan yang tidak hanya dilakukan di dalam kelas, tetapi di luar kelas dan laboratorium. Menurut John W. Hansen & Gerald G. Lovedahl (2004) ”belajar dengan melakukan” merupakan sarana belajar yang efektif, artinya seseorang akan belajar efektif bila ia melakukan. Hal ini sesuai dengan yang diharapkan KTSP, dimana guru harus lebih banyak memberikan kegiatan aktif kepada peserta didik, sehingga pemahaman peserta didik terhadap materi ajar akan lebih efektif. Confucius menyatakan bahwa “what I do, I understand” (apa yang saya lakukan, saya paham), artinya ketika seorang guru banyak memberikan aktivitas yang bersifat keterampilan, maka peserta didik akan memahaminya secara lebih baik (Mel Silberman, 2002 : 1).

Kita telah mengenal lama istilah CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif), dan sekarang istilah ini dimunculkan kembali. Hal yang sangat wajar bila dalam pembelajaran anak didik diharuskan lebih aktif, karena tidak mungkin seorang guru mampu mengajarkan secara mendalam dan klasikal di hadapan mereka yang heterogen. Hal ini sejalan dengan pendapat Laster (1985) yang menyatakan bahwa dalam proses pembelajaran seharusnya lebih ditekankan pada belajar bukan mengajar.

Pembelajaran aktif artinya pembelajaran yang mampu mendorong anak didik aktif secara fisik, sosial, dan mental untuk memahami dan mengembangkan kecakapan hidup menuju belajar yang mandiri, atau pembelajaran yang menekankan keaktifan anak didik untuk mengalami sendiri, berlatih, beraktivitas dengan menggunakan daya pikir, emosi-onal, dan keterampilannya. Melalui pembelajaran aktif diharapkan anak didik akan lebih mampu mengenal dan mengembangkan kapasitas belajar dan potensi yang dimilikinya. Selain itu, mereka secara penuh dan sadar dapat menggunakan potensi sumber belajar yang terdapat di sekitarnya, lebih terlatih untuk berprakarsa, berpikir secara sistematis, kritis, tanggap, sehingga dapat menyelesaikan masalah sehari-hari melalui penelusuran informasi yang bermakna baginya.

Guru yang aktif adalah guru yang memantau kegiatan belajar anak didik, memberi umpan balik, mengajukan pertanyaan yang menantang, dan memperbanyak gagasan anak didik untuk dapat dimunculkan. Sedangkan anak didik yang aktif adalah mereka yang sering bertanya, mengemukakan pendapat, mempertanyakan gagasan sendiri/orang lain, dan aktif melakukan suatu kegiatan belajar (Mel Silberman, 2002).

Sayangnya, sebagian guru kurang mampu mengajukan pertanyaan yang menan-tang kepada anak didik, sehingga pembelajaran aktifpun jarang tercipta. Hal ini kemung-kinan disebabkan berbagai hal, seperti alasan klise karena dikejar waktu untuk menye-lesaikan materi hingga tak sempat berpikir ke arah itu, ketidaksiapan guru itu sendiri untuk membuat dan menjawab pertanyaan menantang. Padahal dengan pertanyaan menantang sudah pasti anak didik kita terpacu dan termotivasi untuk mencari jawaban dan itu berarti aktivitas belajar mereka semakin tinggi dan wawasan pengetahuannya akan selalu ber-tambah dari hari ke hari.

b. Pembelajaran Inovatif dan Kreatif

Setiap manusia secara normal pasti memiliki ketertarikan dan rasa ingin tahu yang tinggi terhadap sesuatu yang baru. Demikian juga anak didik, jika dalam pembelajaran disuguhi sesuatu yang baru pasti akan timbul semacam energi baru dalam mengikuti pelajaran. Dengan kata lain, sesuatu yang baru mampu bertindak seperti magnet yang menarik minat dan motivasi anak didik untuk mengikutinya.

Pembelajaran inovatif adalah pembelajaran dengan memperkenalkan sesuatu yang berbeda yang belum dialami dari sebelumnya. Sesuatu yang baru tidak identik dengan sesuatu yang mahal. Apa yang nampaknya sepele, bisa saja mampu membuat pembelajaran lebih hidup hanya karena sang guru mampu melakukan inovasi. Dalam penciptaan pembelajaran inovatif yang terpenting adalah kemauan dan keinginan guru untuk membuat belajar menjadi menarik untuk diikuti dan menghilangkan kebosanan peserta didik dalam belajar.

Kreatif adalah cara berpikir yang mengajak kita keluar dan melepaskan diri dari pola umum yang sudah terpateri dalam ingatan. Pembelajaran kreatif adalah pembelajaran yang mengajak anak didik untuk mampu mengeluarkan daya pikir dan daya karsanya untuk menciptakan sesuatu yang di luar pemikiran orang kebanyakan. Kreatif merupakan kata yang berasal dari bahasa Inggris to create yang dapat diurai : C (combine), R (reverse), E (eliminate), A (alternatif), T (twist), E (elaborate). Jadi, seorang anak didik yang berpikir kreatif dalam benaknya berisi pertanyaan: dapatkan saya meng-kombinasi/menambah, membalik, menghilangkan, mencari cara/bahan lain, memu-tar, mengelaborasikan sesuatu ke dalam benda yang sudah ada sebelumnya? (Radno Har-santo, 2005).

Melepaskan diri dari sesuatu yang sudah terpola dalam pikiran kita bukanlah pekerjaan yang mudah. Beberapa hal yang mampu membangkitkan pikiran kita untuk menjadi kreatif antara lain : berfantasi atau mengemukakan gagasan/ide yang tidak umum, terkesan “nyleneh”, berada pada satu gagasan / ide untuk beberapa saat, berani mengambil resiko, peka terhadap segala keajaiban, penasaran terhadap suatu kebenaran, banyak membaca artikel penemuan yang membuatnya kagum dan terheran-heran.

Untuk dapat menciptakan pembelajaran inovatif maupun kreatif diperlukan tiga sifat dasar yang harus dimiliki anak didik maupun guru, yaitu peka, kritis, dan kreatif terhadap fenomena yang ada di sekitarnya. Peka artinya orang lain tidak dapat melihat keterkaitannya dengan konsep yang ada dalam otak, tetapi kita mampu menangkapnya sebagai fenomena yang dapat dijelaskan dengan konsep yang kita miliki. Kritis artinya fenomena yang tertangkap oleh mata kita mampu diolah dalam pikiran hingga memunculkan berbagai pertanyaan yang menggelitik kita untuk mencari jawabannya. Kreatif artinya dengan kepiawaian pola pikir kita didasari pemahaman yang mendalam tentang konsep-konsep tertentu lalu kita berusaha menjelaskan atau bahkan menciptakan suatu aktivitas yang mampu menjelaskan fenomena tersebut kepada diri sendiri atau orang lain.

Sebagai contoh, seorang guru SD dapat meminta anak didiknya menyimpulkan sifat benda cair hanya dengan meminta seluruh anak didiknya mengisi air ke dalam gelas plastik yang beraneka ragam bentuknya. Seorang guru IPA SD dapat meminta anak didiknya menyimpulkan bentuk-bentuk daun hanya dengan meminta anak didiknya mengumpulkan daun-daun yang ada di sekitarnya. Demikian juga guru Bahasa Indonesia SD dapat mengajarkan berbagai kata tanya dengan mengemasnya menjadi syair lagu.

Guru yang kreatif dan inovatif adalah guru yang mampu mengembangkan kegi-atan yang beragam di dalam dan di luar kelas, membuat alat bantu/media sederhana yang dapat dibuat sendiri oleh anak didiknya. Demikian pula anak didik yang kreatif dan inovatif mampu merancang sesuatu, menulis dan mengarang, dan membuat refleksi terhadap semua kegiatan yang dilakukannya.

c. Pembelajaran Efektif

Efektif memiliki makna tepat guna, artinya sesuatu yang memiliki efek/pengaruh terhadap yang akan dicapai/dituju. Pembelajaran efektif artinya pembelajaran yang mampu mencapai kompetensi yang telah dirumuskan, pembelajaran dimana anak didik memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Pembelajaran dikatakan efektif jika terjadi perubahan pada aspek kognitif, afektif, dan psikomotor.

Adapun ciri-ciri pembelajaran efektif diantaranya tercapainya tujuan yang diharap-kan, anak didik menguasai keterampilan yang ditargetkan. Belajar dan mengajar akan efektif jika anak didik aktif dan semua aktivitas pembelajaran berpusat pada anak didik. Hal ini karena pembelajaran yang berpusat pada anak didik akan mampu menimbulkan minatnya dan secara tidak langsung mereka memahami konsep dan kaitannya dengan aspek-aspek kehidupan.

Suatu pembelajaran yang efektif di dalamnya pasti mengandung pembelajaran yang aktif, inovatif, dan kreatif, sebab keefektivan dalam pembelajaran dapat tercapai jika peserta didik diikutsertakan dalam pembelajaran (aktif), diberikan suasana pembelajaran yang mendorong anak didik untuk berpikir lebih dari sekedar yang diberikan (inovatif), dan memunculkan kreativitas berpikir, berperilaku, dan bertindak (kreatif).

Suatu aktivitas pembelajaran akan berhasil atau efektif jika direncanakan sebaik-baiknya oleh pelaksana pembelajaran di kelas, yaitu guru. Oleh karena itulah guru diharapkan mampu menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang sesuai dengan karakteristik materi yang akan disampaikan dan karakteristik peserta didiknya.

Dunia anak adalah dunia bermain, dunia yang penuh dengan hingar bingar kegembiraan, karena mereka belum dapat memahami secara mendalam permasalahan kehidupan di sekitarnya. Berkaitan dengan hal ini, maka seorang guru SD penting memahami dunia anak, agar pembelajaran yang diterapkan benar-benar sesuai dengan tahap perkembangan anak didiknya. Setiap guru pasti menginginkan pembelajaran yang dilakukan berhasil membawa anak didiknya pada penguasaan materi yang diajarkan dan sekaligus mampu menerapkan dalam berbagai situasi permasalahan yang berkaitan dengan materi tersebut. Hal itu hanya dapat terjadi dan terwujud jika seorang guru tahu bagaimana menerapkan pembelajaran yang efektif.

Makna efektif tidak hanya berkaitan dengan keberhasilan peserta didik mengu-asai materi yang ditunjukkan dengan prestasi atau hasil belajar, tetapi mampu menginter-nalisasikan materi tersebut ke dalam hati dan menampilkannya dalam bentuk perilaku. Hal ini karena mendidik bukan semata-mata transfer of knowledge, tetapi juga transfer of value. Sebagai contoh ketika guru menyampaikan materi matematika tentang operasi penambahan dan pengurangan pada anak didiknya, bukan hanya untuk menjelaskan bahwa Rp. 1. 000,00 - Rp. 500,00 = Rp. 500,00, tetapi ketika si anak ada dalam kehidupan nyata ia akan menerapkan manakala beli di warung dan ternyata kembaliannya kelebihan, sehingga ia akan mengembalikan kelebihannya. Di situlah value yang berupa nilai kejujuran diterapkan berdasarkan pengetahuan matematika tentang ”pengurangan”.

Efektif juga mengandung makna bahwa materi yang diperoleh dapat menjadi sarana bagi peserta didik untuk berkreasi, berinovasi, dan aktif menambah wawasan ilmu lebih dari sekedar yang disampaikan guru. Kondisi seperti ini hanya dapat tercipta jika guru senantiasa merancang pembelajarannya sedemikian rupa sehingga mampu mendorong dan merangsang peserta didik untuk belajar, belajar, dan belajar terus, untuk berpikir jauh ke depan. Sebagai contoh, ketika mengajar guru selalu mengajukan pertanyaan yang menantang peserta didik untuk berpikir, tentu saja berpikir sesuai dengan tahap perkembangannya. Misal ketika mengajarkan bahwa gas dapat menempati ruangan, guru tidak langsung menjelaskan itu, tetapi memancing dengan pertanyaan ”mengapa balon jika ditiup menjadi menggembung?”, baru kemudian dari jawaban-jawaban peserta didik guru membuat simpulan sekaligus menjelaskan.

Jadi, inti dalam pembelajaran efektif, anak didik tidak hanya disuapi tetapi ia hanya diberi sendok untuk memasukkan makanan itu sendiri ke dalam mulutnya. Anak yang duduk di kelas awal SD adalah anak yang berada pada rentangan usia dini. Masa usia dini merupakan masa perkembangan yang sangat penting dan sering disebut “The Golden Years” bagi kehidupan seseorang. Piaget (1950) menyatakan bahwa setiap anak memiliki struktur kognitif yang disebut schemata, yaitu sistem konsep yang ada dalam pikiran sebagai hasil pemahaman terhadap objek yang ada dalam lingkungannya. Pema-haman tentang objek tersebut berlangsung melalui proses asimilasi (menghubungkan objek dengan konsep yang sudah ada dalam pikirannya) dan akomodasi (proses meman-faatkan konsep-konsep dalam pikiran untuk menafsirkan objek). Belajar dimaknai sebagai proses interaksi diri anak dengan lingkungannya. Anak belajar dari hal-hal yang konkret, yakni yang dapat dilihat, didengar, dibaui, dan diraba.

            Proses belajar tidak sekadar menghafal konsep-konsep atau fakta belaka, tetapi kegiatan menghubungkan konsep-konsep untuk menghasilkan pemahaman yang lebih utuh. Hal ini sejalan dengan falsafah konstruktivisme yang menyatakan bahwa manusia mengkontruksi pengetahuannya melalui interaksi dengan objek, fenomena, pengalaman dan lingkungannya. Pengetahuan tidak dapat ditransfer begitu saja dari seorang guru kepada anak, tetapi anak perlu disuguhi contoh konkret yang ada dalam kehidupannya, sehingga dapat merasakan kemanfaatan dari materi yang dipelajarinya.

d. Pembelajaran Menyenangkan (Joyful Learning)

            Saat ini di berbagai negara sedang trend dan semangat mengembangkan joyful learning dan meaningful learning, yaitu dengan menciptakan kondisi pembelajaran sede-mikian rupa sehingga anak didik menjadi betah di kelas karena pembelajaran yang dijalani menyenangkan dan bermakna. Mereka merasakan bahwa pembelajaran yang dijalani memberikan perbedaan dalam memandang dunia sekitar dan merasakan memperoleh sesuatu yang lebih dari apa yang telah dimilikinya selama ini. Sebagai bangsa yang ingin maju dalam era globalisasi yang kompetitif ini tentunya kita juga ingin merasakan pembelajaran yang demikian.

Semua mata pelajaran dapat dibuat menjadi menyenangkan, tergantung bagai-mana niat dan kemauan guru untuk menciptakannya. Pembelajaran yang dikemas dalam situasi yang menyenangkan, jenaka, dan menggelitik sangat diharapkan oleh anak didik saat ini yang sangat rawan stres karena saratnya materi ajar yang harus dikuasai. Penelitian terhadap beberapa anak-anak sekolah dasar di dunia yang diadakan UNESCO menunjukkan sebagian dari mereka menginginkan belajar dengan situasi yang menye-nangkan (Dedi Supriadi, 1999).

Pembelajaran menyenangkan artinya pembelajaran yang interaktif dan atraktif, sehingga anak didik dapat memusatkan perhatian terhadap pembelajaran yang sedang dijalaninya. Penelitian menunjukkan bahwa ketika seorang guru menjelaskan suatu materi tanpa ada selingan dan anak didik hanya mendengarkan, melihat, dan mencatat, maka perhatian dan konsentrasi mereka akan menurun secara draktis setelah 20 menit. Keadaan ini semakin parah jika guru tidak menyadari dan pembelajaran hanya berjalan monoton dan membosankan (Tjipto Utomo dan Kees Ruijter, 1994). Lebih lanjut dikemukakan, keadaan ini dapat diatasi apabila guru menyadari lalu mengubah pembela-jarannnya menjadi menyenangkan dengan cara memberi selingan aktivitas atau humor. Tindakan ini secara signifikan berpengaruh meningkatkan kembali perhatian dan konsen-trasi anak didik yang relatif besar.

Pembelajaran menyenangkan adalah pembelajaran yang membuat anak didik tidak takut salah, ditertawakan, diremehkan, tertekan, tetapi sebaliknya anak didik berani berbuat dan mencoba, bertanya, mengemukakan pendapat / gagasan, dan mempertanya-kan gagasan orang lain. Menciptakan suasana yang menyenangkan tidaklah sulit, karena kita hanya menciptakan pembelajaran yang relaks (tidak tegang), lingkuangan yang aman untuk melakukan kesalahan, mengaitkan materi ajar dengan kehidupan mereka, belajar dengan balutan humor, dorongan semangat, dan pemberian jeda berpikir. Dalam belajar guru harus menyadari bahwa banyak kata ”aku belum tahu” akan muncul dan kata ”aku tahu” sedikit muncul, karena mereka memang dalam tahap belajar. Demikian pula guru harus menyadari bahwa otak manusia bukanlah mesin yang dapat disuruh berpikir tanpa henti, sehingga perlu pelemasan dan relaksasi.

Sesuai dengan pendapat Ausubel bahwa belajar akan bermakna jika peserta didik dapat mengaitkan konsep yang dipelajari dengan konsep yang sudah ada dalam struktur kognitifnya, dan pendapat Bruner yang menyatakan belajar akan berhasil lebih baik jika selalu dihubungkan dengan kehidupan orang yang sedang belajar. Secara logika dapat dipahami, bahwa kita pasti akan belajar serius bila yang dipelajari ada kaitannya dengan kehidupan sehari-hari dan kata-kata atau kalimat yang didengar sudah familiar di kepala kita. Melalui joyful learning diharapkan ada perbaikan praktik pembelajaran ke arah yang lebih baik. Perubahan ini tidak harus terjadi secara draktis, perlahan-lahan tetapi pasti. Perbaikan proses sangat penting agar keluaran yang dihasilkan benar-benar berkualitas.

Seperti diketahui, otak kita terbagi menjadi dua bagian, yaitu kanan dan kiri. Terkadang dalam dunia pendidikan kita lupa akan pentingnya mengembangkan otak sebelah kanan. Secara umum hanya otak kiri yang menjadi sasaran pengembangan, terutama untuk ilmu eksakta. Otak sebelah kanan adalah bagian yang berkaitan dengan imajinasi, estetika, intuisi, irama, musik, gambar, seni. Sebaliknya otak sebelah kiri berkaitan dengan logika, rasio, penalaran, kata-kata, matematika, dan urutan. Untuk menepis hal itu, sebenarnya kita dapat tunjukkan bahwa ilmu apapun mampu digunakan sebagai bahan untuk mengembangkan otak sebelah kanan, diantaranya dengan cara memahami dan menghafal konsep melalui puisi, nyanyian, maupun permainan teka-teki.

Otak kita adalah bagian tubuh yang paling rawan dan sensitif. Otak sangat menyukai hal-hal yang bersifat tidak masuk akal, ekstrim, penuh warna, lucu, multisensorik, gambar 3 dimensi (hidup), asosiasi, imajinasi, simbol, melibatkan irama / musik, dan nomor/urutan. Berdasarkan hal ini, maka kita sebagai pendidik dapat merancang apa yang sebaiknya kita berikan kepada anak didik agar otak mereka menyukainya. Sebagai contoh mengemas pembelajaran dengan menggunakan puisi atau lagu untuk menyimpul-kan materi yang diajarkan, atau melalui teka-teki jenaka untuk mengevaluasi sejauhmana mereka menguasai materi yang diajarkan.

MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PENDEKATAN KONSTRUKTIVISTIK

Menurut Canella & Reiff (1994: 27-28) belajar dengan pendekatan konstruktivistik berarti mengonstruksi atau menyusun struktur pemahaman/pengetahuan dengan cara mengaitkan dan menyelaraskan fenomena, ide, atau pengetahuan baru ke dalam struktur pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya.

Aliran konstruktivisme memandang bahwa pengetahuan adalah hasil konstruksi  atau bentukan manusia. Manusia mengonstruksi pengetahuannya melalui interaksi dengan objek, fenomena, pengalaman dan lingkungannya. Pengetahuan tidak dapat ditransfer begitu saja dari seorang guru kepada peserta didik, tetapi harus diinter-prestasikan sendiri oleh mereka. Pengetahuan bukan sesuatu yang sudah jadi, melainkan suatu proses yang berkembang terus menerus. Jawaban peserta didik atas suatu persoalan adalah jawaban yang masuk akal bagi mereka saat itu. Jika ada jawaban salah, bukan disalahkan, tetapi ditanyakan bagaimana ia dapat memperoleh jawaban itu. Dengan demikian peserta didik terlibat aktif dalam proses perolehan suatu konsep.

Strategi pembelajaran dengan pendekatan konstruktivistik dapat dilakukan guru dengan memperhatikan beberapa hal, yaitu:
  1. Menyajikan masalah-masalah aktual kepada peserta didik dalam konteks yang sesuai dengan tingkat perkembangan mereka.
  2. Menekankan pembelajaran di sekitar konsep-konsep primer.
  3. Mendorong peserta didik untuk mengajukan pertanyaan sendiri.
  4. Mengkondisikan peserta didik berani menemukan jawaban dari pertanyaan sendiri.
  5. Mengkondisikan peserta didik untuk berani mengemukakan pendapat dan menghargai sudut pandangnya sendiri.
  6. Menantang peserta didik agar dapat melakukan pemahaman yang mendalam, bukan sekedar penyelesaian tugas melalui pertanyaan yang menantang.
  7. Menganjurkan peserta didik belajar dalam kelompok.
  8. Mendorong peserta didik untuk berani menemukan tanggungjawab.
  9. Melakukan penilaian, baik terhadap proses maupun hasil belajar peserta didik dalam konteks pembelajaran.

Inti pendekatan konstruktivistik adalah peserta didik diharuskan mampu mengons-truksi sendiri pemahaman terhadap suatu konsep berdasarkan struktur kognitif yang telah ada lalu peserta didik melakukan penyelarasan dengan konsep baru yang diterimanya

PENUTUP

Guru adalah profesi yang luar biasa mulia diantara profesi yang lain. Dengan kesabaran dan keprofesinalannya seorang guru berusaha mentransfer segala apa yang dimilikinya kepada anak didik tanpa lelah, setiap hari dan setiap saat. Seorang guru senantiasa dituntut untuk melakukan pembaharuan dalam melaksanakan tugas dan perannya sebagai pendidik. Melalui penerapan dan pemodifikasian model pembelajaran yang sedang berkembang saat ini diharapkan anak didik menjadi subjek belajar yang baik dan generasi yang mandiri, mampu menciptakan sesuatu secara kreatif dan inovatif tanpa harus meniru bangsa lain.

Tanpa mengurangi makna sebenarnya dari pembelajaran, marilah kita berusaha menciptakan pembelajaran yang menyenangkan, sehingga mampu mengubah image belajar sebagai suatu keterpaksaan menjadi suatu kebutuhan, dengan cara membawa peserta didik menikmati sisi-sisi keindahan dan kemenarikan dari suatu materi pelajaran yang sedang dipelajarinya dalam kemasan model pembelajaran yang tepat. Semoga kita termasuk guru yang dapat menciptakan kesenangan dalam belajar, bahkan kalau mungkin dapat menyebabkan anak didik kecanduan belajar. Hidup ini penuh pilihan, semoga pilihan kita sebagai guru adalah pilihan yang tepat untuk masuk surga (Amiiin). 

Demikianlah uraian mengenai beberapa hal yang terkait dengan pembelajaran yang efektif dan menyenangkan atau yang lebih dikenal dengan Joyful Learning  semoga memberikan tambahan ilmu yang yang bermanfaat bagi para pembaca. 




DAFTAR PUSTAKA

Canella & Reiff .(1994). Individual constructivist teacher education: Teachers as empowered learners. Teacher Education Quarterly, 21(3), 27-28.

Carolin Rekar Munro. (2005). “Best practices” in teaching and learning : Challenging current paradigms and redefining their role in education. The College Quarterly. 8 (3), 1 – 7.

Dedi Supriadi. (1999). Mengangkat citra dan martabat guru. Yogyakarta : Adicita Karya Nusa.

Kamisa. (1997). Kamus lengkap Bahasa Indonesia. Surabaya : Kartika.

Laster, Lan. (1985). The school of the future : some teachers view on education in the year 2000. New York : Harper Collins Publishers.

John W. Hansen & Gerald G. Lovedahl. (2004). Developing technology teachers : questioning the industrial tool use model. Journal of Technology Education. 15 (2), 20 – 32.

Mel Silberman. (2002). Active learning : 101 strategi pembelajaran aktif. Yogyakarta : Yappendis.

Radno Harsanto. (2005). Melatih berpikir analitis, kritis, dan kreatif. Jakarta : Grasindo.

Sheal, Peter. (1989). How to develop and present staff training courses. London : Kogan Page Ltd.

Tjipto Utomo dan Kees Ruijter. (1994). Peningkatan dan pengembangan pendidikan. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.